Senin, 28 April 2014

Lima Tahapan Kedukaan (The Five Stages of Grief)



Minggu yang cerah.

Secerah hati Sri yang sepagi itu pukul 08.00 sudah berdandan rapih untuk menemui Parjo kekasihnya. Sri menunggu Parjo di halte bus, 10 menit kemudian Parjo datang dengan kuda besi hitamnya. Tak ada perasaan aneh yang Sri rasakan meski tadi saat menunggu memang tiba- tiba mendung, tapi toh kemudian berlalu dan cerah kembali.

Akhirnya Sri dan Parjo sampai ditepi danau angker yang dihuni buaya putih. Parjo langsung mengajak Sri duduk dibawah pohon karsen pinggir danau.

“Sri…”,Parjo membuka percakapan
“iya Jo…”,jawab Sri
“aku pengen sendiri…”, ucap Parjo tanpa basa-basi
“kenapa?? Apa aku sudah begitu keriput, beruban dan bau ketek sehingga kamu pengen sendiri ?” Sri kaget.
“bukan, tapi bapakku ingin aku jadi TKI ke Arab dan itu waktunya tak hanya sehari dua hari tapi taunan. Dan selama itu aku nggak tega ninggalin kamu ngupil sendirian, makan serangga sendirian.. aku terlalu mikirin kamu, sehingga aku sampe nggak focus sama diriku sendiri… ” kata Parjo dengan meledak- ledak

Begitulah penjelasan Parjo yang seketika meledak- ledak. Sri terkaget, diam dan Parjo meninggalkan Sri yang sunyi dalam diamnya.

Seminggu setelah Sri pulang dari danau sendirian dengan berjalan kaki, betis Sri bengkak tapi hatinya lebih bengkak lagi. Dia masih tak percaya dengan hari itu, bahwa kini tak ada lagi yang bisa diajak sharing teknik ngupil terbaru, atau jenis jenis serangga baru hasil kawin silang. Semuanya berubah.

Minggu berikutnya Sri mengurung diri sambil teriak marah pada guling kumalnya. Dia mencaci maki si guling yang dilihatnya seperti Parjo yang tidak mandi sebulan. Kamarnya yang bersih nan rapi bak taman kota berubah kacau seperti taman kota habis diterjang gempa dan tsunami. Sebentar bentar menangis menyalahkan dirinya sebentar pula mencaci menyalahkan Parjo.

Hingga pada suatu hari, Sri berniat mengakhiri hidupnya dengan meminum racun serangga. Tapi malang karena botolnya yang sama- sama warna ijo ternyata yang diminum justru sirup melon. Rencana bunuh diri pertama gagal, Sri tak kehilangan akal setanya untuk mengakhiri hidupnya. Doi menyusun rencana yang kedua, lompat dari atas gudang beras samping rumahnya. Namun kembali lagi nasib malang menghampiri. Sri menderita hyperphobia atau pobia ketinggian. Sampai diatas gedung, saat sudah siap lompat Sri pucat, badan lemes dan banyak burung terbang dikepalanya. Sri pingsan dan baru ditemukan hari berikutnya oleh maling yang mau nyuri beras. Akhirnya Sri diantar pulang oleh maling tersebut yang ternyata adalah Kang Sarno tukang sedot WC langganan keluarganya.

Setelah beberapa waktu, Sri mulai tenang. Dia tampak sudah mulai menerima keadaan dirinya tanpa Parjo. Sesekali memang Sri masih menangis, tapi sudah tak sesering kemarin. Tak ada lagi keingunan bunuh diri lagi.

Perlahan tapi pasti, Sri mulai bangkit dan Berjaya kembali. Terlihat sekarang Sri aktif di komunitas penikmat serangga, menekuni hobi barunya mengoleksi pedang. Dan mulai usaha baru dibidang perjokian ujian.

Hingga suatu sore yang cerah. Saat sedang menikmati kripik serangga dan teh manis Sri dikagetkan dengan sebuah berita duka. Disebutkan bahwa ditemukan sesosok mayat laki- laki di dekat pombensin Arab dengan hanya memakai celana boxer dan diketahui bernama Parjo Bin Roberto. Sri tercengang, mulutnya sejurus membentuk bulatan. Serangga disekitarpun terhisap masuk, debu- debu ruangan langsung bersih seketika.

Itu Parjo sang mantan, telah meninggal dengan tragis di Arab.

Demikian tadi sekelumit cerita tentang Sri dan Parjo. Naah, dari cerita itu gue mengawali maksud postingan gue kali ini tentang Lima Tahapan Kedukaan (The Five Stages of Grief) . tahap ini terkenal dengan sebutan Model Kübler-Ross, ini pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Elisabeth Kübler-Ross pada bukunya tahun 1969, On Death and Dying[1].

Dan Tahap kedukaan tersebut adalah sbb:
Tahapan-tahapan, yang lebih dikenal dengan singkatannya dalam bentuk DABDA[2]:
1.    Penyangkalan ( Denial ) Penyangkalan biasanya merupakan pertahanan sementara untuk diri sendiri. Perasaan ini pada umumnya akan digantikan dengan kesadaran yang mendalam akan kepemilikan dan individu yang ditinggalkan
2.   Marah ( Anger ) Ketika berada pada tahapan kedua, individu akan menyadari bahwa ia tidak dapat senantiasa menyangkal. Oleh karena kemarahan, orang tersebut akan sangat sulit untuk diperhatikan oleh karena perasaan marah dan iri hati yang tertukar.
3.   Menawar ( Bargaining) pada tahap ketiga ini seseorang merasa ingin mati, tapi melakukan penawaran- penawaran dengan alasan- alasan tertentu seperti:”gue masih pengen hidup bt ngeliat dia bahagia sama cewe barunya”
4.   Depresi ( Depression ) Pada tahap ini seseorang biasanya enggan bicara atau bertemu dengan orang lain. Lebih banyak menghabiskan waktu untuk menangis. Tapi meskipun begitu ini adalah tahap yang penting, mengapa demikian ?? ini karena tahap dimana jiwanya sedang berusaha untuk memutuskan hubungan dengan sesuatu yang hilang atau terjadi padanya. Oleh karena itu tidak disarankan untuk menghibur seseorang yang sedang berada ditahap ini.
5.   Penerimaan ( Acceptance) ini adalah tahap terakhir, tahap penyelesaian segala kedukaan. Seseorang tersebut sudah bisa menerima keadaan dirinya dan atau keadaan yang baru setelah segala kedukaan kemarin.

Dalam cerita diatas Sri mengalami tahap kedukaan ini. Namun Kübler-Ross menyatakan bahwa tahapan-tahapan ini tidak senantiasa berada dalam urutan seperti di atas, juga tidak semua orang mengalami seluruh tahapan-tahapan tersebut, walau ia menerangkan bahwa seorang setidaknya selalu mengalami paling tidak dua tahapan. Seringkali, seseorang akan mengalami beberapa tahapan secara berulang-ulang, bergantian antara dua atau lebih tahapan, yang kemudian kembali pada satu atau beberapa tahapan selama beberapa kali sebelum menyelesaikan tahapan tersebut.

Secara signifikan, mereka yang mengalami tahapan-tahapan ini seharusnya tidak memaksakan proses. Proses kedukaan sangatlah pribadi dan tidak seharusnya tergesa-gesa, ataupun diperpanjang, pada dasar rentang waktu yang diberikan individu ataupun pendapat. Ia selayaknya sadar bahwa tahapan-tahapan tersebut akan lewat dengan sendirinya dan pada akhirnya tahapan "Penerimaan" (Acceptance) akan dicapai.




[1] Broom, Sarah M. (Aug. 30, 2004), Wikipedia.com
[2] Santrock, J.W. (2007). A Topical Approach to Life-Span Development. New York: McGraw-Hill. ISBN 0073382647.Wikipedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar