Minggu
yang cerah.
Secerah
hati Sri yang sepagi itu pukul 08.00 sudah berdandan rapih untuk menemui Parjo
kekasihnya. Sri menunggu Parjo di halte bus, 10 menit kemudian Parjo datang
dengan kuda besi hitamnya. Tak ada perasaan aneh yang Sri rasakan meski tadi
saat menunggu memang tiba- tiba mendung, tapi toh kemudian berlalu dan cerah
kembali.
Akhirnya
Sri dan Parjo sampai ditepi danau angker yang dihuni buaya putih. Parjo
langsung mengajak Sri duduk dibawah pohon karsen pinggir danau.
“Sri…”,Parjo
membuka percakapan
“iya
Jo…”,jawab Sri
“aku
pengen sendiri…”, ucap Parjo tanpa basa-basi
“kenapa??
Apa aku sudah begitu keriput, beruban dan bau ketek sehingga kamu pengen
sendiri ?” Sri kaget.
“bukan,
tapi bapakku ingin aku jadi TKI ke Arab dan itu waktunya tak hanya sehari dua
hari tapi taunan. Dan selama itu aku nggak tega ninggalin kamu ngupil
sendirian, makan serangga sendirian.. aku terlalu mikirin kamu, sehingga aku
sampe nggak focus sama diriku sendiri… ” kata Parjo dengan meledak- ledak
Begitulah
penjelasan Parjo yang seketika meledak- ledak. Sri terkaget, diam dan Parjo
meninggalkan Sri yang sunyi dalam diamnya.
Seminggu
setelah Sri pulang dari danau sendirian dengan berjalan kaki, betis Sri bengkak
tapi hatinya lebih bengkak lagi. Dia masih tak percaya dengan hari itu, bahwa
kini tak ada lagi yang bisa diajak sharing teknik ngupil terbaru, atau jenis jenis
serangga baru hasil kawin silang. Semuanya berubah.

Hingga
pada suatu hari, Sri berniat mengakhiri hidupnya dengan meminum racun serangga.
Tapi malang karena botolnya yang sama- sama warna ijo ternyata yang diminum
justru sirup melon. Rencana bunuh diri pertama gagal, Sri tak kehilangan akal
setanya untuk mengakhiri hidupnya. Doi menyusun rencana yang kedua, lompat dari
atas gudang beras samping rumahnya. Namun kembali lagi nasib malang
menghampiri. Sri menderita hyperphobia atau pobia ketinggian. Sampai diatas gedung,
saat sudah siap lompat Sri pucat, badan lemes dan banyak burung terbang
dikepalanya. Sri pingsan dan baru ditemukan hari berikutnya oleh maling yang
mau nyuri beras. Akhirnya Sri diantar pulang oleh maling tersebut yang ternyata
adalah Kang Sarno tukang sedot WC langganan keluarganya.
Setelah
beberapa waktu, Sri mulai tenang. Dia tampak sudah mulai menerima keadaan
dirinya tanpa Parjo. Sesekali memang Sri masih menangis, tapi sudah tak
sesering kemarin. Tak ada lagi keingunan bunuh diri lagi.
Perlahan
tapi pasti, Sri mulai bangkit dan Berjaya kembali. Terlihat sekarang Sri aktif
di komunitas penikmat serangga, menekuni hobi barunya mengoleksi pedang. Dan
mulai usaha baru dibidang perjokian ujian.
Hingga
suatu sore yang cerah. Saat sedang menikmati kripik serangga dan teh manis Sri
dikagetkan dengan sebuah berita duka. Disebutkan bahwa ditemukan sesosok mayat
laki- laki di dekat pombensin Arab dengan hanya memakai celana boxer dan
diketahui bernama Parjo Bin Roberto. Sri tercengang, mulutnya sejurus membentuk
bulatan. Serangga disekitarpun terhisap masuk, debu- debu ruangan langsung
bersih seketika.
Itu
Parjo sang mantan, telah meninggal dengan tragis di Arab.
Demikian
tadi sekelumit cerita tentang Sri dan Parjo. Naah, dari cerita itu gue
mengawali maksud postingan gue kali ini tentang Lima Tahapan Kedukaan (The Five Stages of Grief) . tahap ini terkenal dengan sebutan Model
Kübler-Ross, ini pertama kali
diperkenalkan oleh Dr. Elisabeth Kübler-Ross pada bukunya
tahun 1969, On Death and Dying[1].
Dan Tahap kedukaan tersebut adalah sbb:
Tahapan-tahapan,
yang lebih dikenal dengan singkatannya dalam bentuk DABDA[2]:
1. Penyangkalan ( Denial )
Penyangkalan biasanya merupakan
pertahanan sementara untuk diri sendiri. Perasaan ini pada umumnya akan
digantikan dengan kesadaran yang mendalam akan kepemilikan dan individu yang
ditinggalkan
2. Marah ( Anger ) Ketika berada pada tahapan kedua,
individu akan menyadari bahwa ia tidak dapat senantiasa menyangkal. Oleh karena
kemarahan, orang tersebut akan sangat sulit untuk diperhatikan oleh karena
perasaan marah dan iri hati yang tertukar.
3. Menawar ( Bargaining) pada tahap ketiga ini
seseorang merasa ingin mati, tapi melakukan penawaran- penawaran dengan alasan-
alasan tertentu seperti:”gue masih pengen hidup bt ngeliat dia bahagia sama
cewe barunya”
4. Depresi ( Depression )
Pada tahap ini seseorang biasanya enggan bicara atau bertemu dengan orang lain.
Lebih banyak menghabiskan waktu untuk menangis. Tapi meskipun begitu ini adalah
tahap yang penting, mengapa demikian ?? ini karena tahap dimana jiwanya sedang
berusaha untuk memutuskan hubungan dengan sesuatu yang hilang atau terjadi
padanya. Oleh karena itu tidak disarankan untuk menghibur seseorang yang sedang
berada ditahap ini.
5. Penerimaan ( Acceptance)
ini adalah tahap terakhir, tahap penyelesaian segala kedukaan. Seseorang tersebut
sudah bisa menerima keadaan dirinya dan atau keadaan yang baru setelah segala
kedukaan kemarin.
Dalam
cerita diatas Sri mengalami tahap kedukaan ini. Namun Kübler-Ross menyatakan
bahwa tahapan-tahapan ini tidak senantiasa berada dalam urutan seperti di atas,
juga tidak semua orang mengalami seluruh tahapan-tahapan tersebut, walau ia menerangkan
bahwa seorang setidaknya selalu mengalami paling tidak dua tahapan. Seringkali,
seseorang akan mengalami beberapa tahapan secara berulang-ulang, bergantian
antara dua atau lebih tahapan, yang kemudian kembali pada satu atau beberapa
tahapan selama beberapa kali sebelum menyelesaikan tahapan tersebut.
Secara
signifikan, mereka yang mengalami tahapan-tahapan ini seharusnya tidak
memaksakan proses. Proses kedukaan sangatlah pribadi dan tidak seharusnya tergesa-gesa,
ataupun diperpanjang, pada dasar rentang waktu yang diberikan individu ataupun
pendapat. Ia selayaknya sadar bahwa tahapan-tahapan tersebut akan lewat dengan
sendirinya dan pada akhirnya tahapan "Penerimaan" (Acceptance)
akan dicapai.
[2] Santrock, J.W. (2007). A Topical Approach to Life-Span
Development. New York: McGraw-Hill. ISBN 0073382647.Wikipedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar