Selasa, 11 Maret 2014
Pukul 12:10 aku baru saja pulang.
Namun, tak seperti biasanya kepulanganku kerumah bukan dari kampus melainkan
dari menghadiri pemakaman (takziyah.read) eyang kakung. Ku panggil eyang, bukan
karena ada silsilah keluarga, tapi karena kedekatan.yaa..lazimnya masyarakat
desa yang penuh kekeluargaan.Hmmh…Rasanya lelah sekali, lebih lelah dari
sekedar pulang kuliah dengan jadwal yang padat. Entahlah, tadi disana begitu
banyak yang kupikirkan, begitu banyak yang kurasakan, begitu banyak yang
kuamati dan semuanya berakhir dihati.
Maklum saja, aku perempuan
seperti pada umumnya yang memuarakan semua pada perasaan. Keberadaanku disana,
menyeretku pada waktu setahun yang lalu. Saat itu juga bulan Maret tepatnya
tanggal 3, disiang yang tiba- tiba mendung. Ayahku berpulang, dan mendungpun
berubah hujan, derasnya mewakili seluruh airmata yang tiba-tiba saja mengering
enggan turun.Aku sendirian, tak ada satupun orang yang bisa kuhubungi. Aku
resmi sendirian, terpaku, sempurna kehilangan.
Pelayat yang datang tak begitu
banyak jika kubandingkan dengan pelayat saat ayahku dulu. Aku berfikir, mungkin
ini berkaitan dengan seberapa banyak kita menjalin relasi ketika hidup. Mungkin
juga, berkaitan dengan seberapa berguna hidup kita untuk oranglain. Pada poin
ini aku tersentak, pertanyaan muncul. Lantas, bagaimana dengan aku ? sudah
berapa orang yang mengenalku ? sudah seberapa berguna keberadaanku hari ini
untuk orang lain ?. Aku diam. Aku mengis dalam hati,” nangis batin” begitu kata
orang jawa. Pikiranku semakin melayang mempertanyakan tentang diriku.
Kemudian, sebelum mayat diberangkatkan
ke pemakaman tadi, kulihat anak eyang yang kurang lebih seumuran denganku, begitu
tak kuasa menahan sedihnya, hampir saja pingsan. Pikiranku kembali
mengkorelasikan dengan diriku.Lantas, siapa yang akan menangis saat waktuku
tiba ? mungkin ibu, tapi apakah hanya ibu ? jika tak ada yang lain maka selama
hidupku tak ada yang mengartikan hidupku.Oooh… betapa tak bergunanya aku selama
ini.
Hingga perjalanan pulang, dadaku
terus bergemuruh. Banyak pertanyaan yang menggema dalam hati. Tentu saja
tentang aku, aku sebagai manusia dan aku sebagai…hamba. Kesadaran ini membuatku
semakin kacau, bukan…bukan kacau stress. Tapi, kacau karena bertambah sisi yang
menyedihkan untuk berani membicarakan mati lebih lanjut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar