Senin, 10 Maret 2014

Animator Indonesia yang mendunia




Hai semua apa kabar hari ini ?
Sudah makan ?
Mandi juga udah kan ?
Oke, gue percaya lo semua baik2 aja,udah makan, dan udah wangi bunga melati #loh

Nah,setelah makan dan uda wangi melati sekarang duduk yang manis yaah, pantengin blog gue.

Lo pada uda nonton transformers ? G.I.JOE ? Spiderman 4? Iron Man ? Shrek ? Tintin ? Star Trek ?
Gue yakin seyakin yakinya mesti pada jawab “udah…”.

Oke, bagus jadi kalian udah tahu ceritanya, keren kan ? Apalagi sama efek visualnya, wuiiih…gile bener !!! Standing applause deeh buat film- film itu.
Dari semua film- film yang gue sebut diatas, semuanya dari PH (Production House) Amerika. Eh, tapi jangan salah, tukang- tukang animasi  atau animator film itu nggak semuanya orang Amerika loh.Ada juga orang Indonesia yang ambil bagian disitu. Apa ? Nggak percaya ? Oke deh, simak coretan gue berikut ini tentang beberapa saudara setanah air kita yang jadi animator film-film keren itu.

Here They are :

Griselda Sastrawinata
Lo tahu film animasi Shrek? Ya, film produksi dari Hollywood ini melibatkan Griselda Sastrawinata, seorang animator asal Indonesia yang tinggal di California, Amerika. Ia berhasil membuat Karakter yang lucu lucu dalam kisah kehidupan si Ogre itu.
Ia bekerja untuk studio animasi terkenal Dreamwork. Perusahaan film animasi inilah yang sudah memproduksi berbagai film terkenal seperti Kungfu Panda, Madagascar, Monster Aliens, serta banyak yang terkenal lainnya.
Memutuskan pindah ke AS sejak dari Bangku kelas 2 SMA dan menamatkan SMA di sana, lalu ia melanjutkan ke Art Center College of Design di Pasadena, AS.
Selain bekerja di Dreamwork, Griselda juga mengajar ilmu komunikasi visual di kampus almamaternya.

Christiawan Lie
Desainer animator dari seorang mahasiswa asal Indonesia yang sedang magang di Perusahaan Komik Devil’s Due Publishing, Chicago, Amerika. Lebih dikenal dengan sapaan Chris Lie. Sekarang, Chris Lie terlibat dalam pembuatan animasi di beberapa film produksi Hollywood.
Sebut saja Transformers 3, GI Joe, hingga yang terbaru Spiderman 4. Bahkan,saat ini dia juga tengah merampungkan beberapa proyek gim, seperti Starwars dan Lord of the Rings.
Karyanya, Return to Labyrinth, diproduksi Tokyopop Los Angeles, kini menduduki peringkat keempat komik terlaris di Amerika setelah Naruto. Bahkan, dari sepuluh besar komik terlaris, Return to Labyrinth satu-satunya komik yang bukan terjemahan dari komik Jepang. “Itu asli karya saya,” ujarnya.
Menamatkan SMA di Solo, Christiawan Lie melanjutkan kuliah di Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Bandung. Lulus kuliah pada 1997 dengan predikat cum laude, Chris Lie pun magang bekerja pada Nyoman Nuarta, pematung terkenal di Bandung. Ia pun ikut mengerjakan Monumen Garuda Wisnu Kencana, yang menjadi ikon pariwisata Bali dan Indonesia. Tapi dia lebih enjoy membuat komik, hingga dia banting setir menjadi Komikus.
Sempat memang di Jakarta International Art Festival pada 2001. Dapat Hadiah berupa tiket penerbangan ke Singapura, hingga memunculkan niat Chris bekerja di negeri seberang. Beruntung di sana Chris mendapat  hadiah Exhibition Designer dalam Parade Nasional Singapura. Dua tahun bekerja di Singapura, ia memenangi tiga kompetisi gambar dan ilustrasi.
Kemudian Chris mendapat beasiswa full bright untuk kuliah di jurusan sequential art (komik) di Savannah College of Art and Design, Amerika Serikat. Di Negeri Abang Sam, ia sempat magang kerja di perusahaan komik Devil’s Due Publishing, Chicago. Walau tiap hari kerjaannya cuma memindai gambar serta menstempel dan mengirim surat, Chris tetap tabah. “Yang penting saya bisa lihat gambar bagus-bagus,” katanya.
Keberuntungan Chris Lie datang juga ketika Devil’s Due mendapat proyek GI Joe dari Hasbro, perusahaan raksasa mainan anak-anak di Amerika Serikat. Chris diminta ikut menggambar sosok GI Joe yang lebih muda dan trendi. Ia pun menciptakan sosok GI Joe bertubuh besar tapi dengan bagian kaki mengecil, dan ternyata itulah yang dipilih Hasbro.
Sejak itu ia dipercaya menggarap proyek-proyek Devil’s Due sembari menyelesaikan kuliahnya di Savannah–karena proyek Devil’s Due bisa dikerjakan di mana saja.
Rampung kuliah dengan menyabet excelsus laureate– predikat lulusan terbaik universitas untuk jenjang master–Chris Lie pulang ke Tanah Air. Lalu ia mendirikan Caravan Studio di Tanjung Duren, Jakarta Barat. Dengan mempekerjakan enam komikus dari beberapa daerah, Caravan telah menciptakan puluhan komik. Dari tangannya sendiri tercipta beberapa komik, di antaranya GI Joe, Transformers, dan Dungeons and Dragons Eberron.
Setiap karya Chris Lie dihargai paling murah US$ 60 per halaman. Jika penggarapannya rumit, harganya bisa naik. Caravan telah mampu mengerjakan pencil, inking, dan colouring. Saat ini 95 persen permintaan yang masuk ke Caravan berasal dari Amerika, sisanya dari dalam negeri.
Di Indonesia, menurut Chris Lie, perkembangan komik kurang maju. Kekurangan komik Indonesia, kata dia, terletak pada penulisan cerita. Padahal kekuatan komik ada pada gambar dan penulisan cerita. “Kalau gambar, orang Indonesia jago-jago,” ujarnya.
Dengan menekuni komik, Chris Lie telah membuktikan bisa hidup layak, tidak seperti dulu ketika di Bandung. Ia pun berharap komikus dapat hidup sejahtera tanpa harus nyambi di luar membuat komik. Ia juga menyarankan komikus pemula tak malu mempublikasikan karyanya. “Tampilkan saja di situs dunia maya,” ujarnya.

Andre Surya
Nama Andre muncul di kredit film Iron Man, Star Trek, Terminator Salvation, Transformers: Revenge of the Fallen, dan Iron Man 2, sebagai digital artist. Dia juga terlibat dalam pengerjaan film Indiana Jones and the Kingdom of the Crystal Skull, Surrogates, juga Transformers: Revenge of the Fallen.
Pria kelahiran Jakarta, 1 Oktober 1984 ini adalah satu satunya digital artist asal Indonesia di divisi Industrial Light and Magic (ILM) Lucas Film Singapore. Lucas Film sendiri adalah salah satu production company tersukses di dunia, yang didirikan tahun 1971 oleh George Lucas, sutradara Star Wars.
Sejak kecil ia sudah tertarik pada visualisasi tiga dimensi. Selepas SMA, lajang berusia 26 tahun itu mengambil studi di Jurusan Desain Komunikasi Visual Univeritas Tarumanagara, Jakarta. Sempat bekerja di Polaris 3 D, sebuah perusahaan advertising and architectural visualization di Jakarta, ia kemudian terbang ke Kanada mengambil diploma di Film and Special Effects di Vanarts, sebuah sekolah film di Vancouver.
Tapi, sebagian besar pengetahuan dan keterampilan 3D justru ia pelajari tanpa training dan sekolah formal. Ia menekuni Computer Graphic sejak kelas 1 SMA. Saya suka banget mengerjakan 3D dan saya juga dari dulu memang ingin bekerja di industri film.
Andre sempat beberapa kali mengantongi penghargaan lokal dan internasional. Gambarnya yang berjudul Somewhere in the Sky pernah ditampilkan di CGOVERDRIVE, konferensi Computer Graphic terbesar di Asia. Gambar itu juga memenangkan Excellence Award di buku Elemental 2 terbitan Ballistic Publishing dan Best Artwork Awards di Indocg Showoff Book, sebuah buku kumpulan CG art Indonesia.
Karya lainnya, City of Enhasa, juga meraih juara satu di Future World Contest di www.3dkingdom.org Iron Man adalah film pertama yang ia kerjakan. Setelah itu, ia terlibat dalam penggarapan sejumlah judul film seperti Star Trek, Terminator Salvation, Transformers: Revenge of the Fallen, dan Iron Man 2.. Ia juga ikut menggarap Indiana Jones and the Kingdom of the Crystal Skull, Surrogates, dan Transformers: Revenge of the Fallen.

Marsha Chikita Fawzi

Ingat Upin-Ipin? Marsha Chikita Fawzi yang akrab dipanggil Kiki ini punya kiprah di dalamnya. Sebagai putri bungsu pasangan Ikang Fawzi - Marissa Haque, awalnya ingin kuliah seni murni di ITB tetapi ditentang orang tua, sehingga beralih memilih Multimedia University di Malaysia. Sekarang Kiki kembali ke Indonesia membuat perusahaan animasi. Ia berharap Indonesia akan punya intelectual property (IP) yang sangat bercita rasa tanah air. Layaknya Upin-Ipin merupakan IP Malaysia karya Las' Copaque Production.

Rini Triyani Sugianto

Sejak kecil jadi penggemar komik Tintin hingga berlanjut ketika lulus dari Academy of art University, San Fransisco, ia dipercaya ikut terlibat dalam pembuatan The Adventure of Tintin: Secret of The Unicorn. Dia juga mengerjakan film animasi lain seperti The Avenger. Berkat kepiawaiannya, ia ditarik oleh Weta Digital, rumah produksi yang menggarap film Tintin. Perusahaan ini juga yang menggarap animasi film semacam Avatar, King Kong, Lords of The Ring, dan X-Men: First Class. Saat ini, Rini sedang fokus dengan animasi pada film yang akan segera dirilis, The Hobbit.

Tuuh… keren kan saudara-saudara kita? Emang nyata kalo orang Indonesia itu sebenernya hebat. Lo gimana ? Oh tentu gue percaya lo semua, bahkan kita semua itu hebat yang tentunya dalam bidangnya masing- masing.

Terakhir harapan gue semoga pemerintah kita bisa ngedukung perfilm-an animasi Indonesia sehingga bibit unggul kayak mereka nggak perlu jauh-jauh keluar negeri untuk sekedar memuaskan talenta luar biasanya. Selain itu negara kita ini jadi bisa membuktikan karya animasinya.Aaamin.
Oke guys,mereka bisa banggain Indonesia, kita juga harus bisa… yang penting jangan mudah menyerah. #eh
Sumber : google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar