Suatu
pagi yang cerah diakhir bulan Agustus, ibu berkata bahwa nanti sore akan ada
yang datang kerumah untuk ngaji. Seorang anak perempuan katanya, datang dari
jauh dari seberang pulau. Ku tanya siapa, ibu menjelaskan banyak dan
mengejutkan. Bernama lengkap Vera Agustina. Datang dari Lampung untuk sekolah
disini, masuk kelas 1 SMA dan datang kerumah untuk belajar mengaji IQRA. Yang
lebih mengejutkan lagi dia adalah anak yang tertinggal ombak tsunami, sebatang
kara berusia 8 bulan saat itu tanpa ibu
dan ayah atau keluarga.
Sore
menjelang, pintu rumahku diketuk dengan sebuah suara salam bernada alto dari
seberang. Dari dalam kulihat siluet seorang gadis betubuh kecil berkerung lebar
menunggu memunggungi pintu. Ibu membuka pintu, mepersilahkan gadis itu masuk.
Kulitnya hitam manis dan memang manis, bicaranya bernada ceria. Kami bersalaman
dan kami saling mengetahui nama.
Selama
dua hari sejak kedatanganya itu, aku tak banyak berinteraksi denganya dia
datang mengaji dengan ibu, aku hanya menyambutnya dengan senyum saja. Pada hari
ketiga, ibu ada perlu sehingga tidak bisa menemaninya belajar IQRA, dan akulah
yang menggantikan beliau sampai sekarang. Sejak saat inilah aku mulai
mengenalnya.
Mulai
mengaji dari IQRA 1, 2, 3, aku mengira dia tak pernah mendapatkan kesempatan mengaji
di tempat asalnya sana. Meskipun begitu semangatnya sangat luar biasa untuk
bisa. Dia berusaha keras untuk melafalkan ﺡ dengan jelas, ﻫ dengan berat, dll. aku berkali-kali
menegurnya karena salah, bahkan untuk melafalkan ﻖ baru bisa benar sekitar 2-3 minggu.
Seiring dengan kegiatan mengaji, banyak cerita yang ku dengarkan cerita yang
sekali dua kali dia lantunkan dengan airmata.
Ceritanya
bermula dari saat dia sebatang kara dulu, ada seorang ibu yang mengangkatnya
menjadi keluarga. Seorang ibu yang sederhana, sesederhana hidupnya. Dengan
penuh kasih sayang dia merawat Vera seperti merawat darah dagingnya sendiri.Ibu
ini hidup di tempat yang jauh dari kota bahkan menurut ceritanya rumahnya
berada dihutan.Ketika menginjak usia sekolah dasar, dia bersekolah yang
jaraknya dua jam dengan berjalan kaki. Ya, dia menuju sekolah dengan berjalan
kaki, selama dua jam. Tak jarang, ditengah jalan dia bertemu dengan beruang,
babi hutan dan teman-teman sejenisnya. Ketika musim hujan dia baru menggunakan
sepatunya ketika sudah disekolah. Setiap hari begitu selama enam tahun. Diapun
mengisahkan bahwa keadaanya yang malang tak lantas membuat semua orang menaruh
iba padanya. Hal tersebut justru datang dari keluarga besar ibu angkatnya, tak
sedikit yang merendahkanya, “nggak punya masa depan”, katanya. Dia tetap
bertahan karena sang ibu akan terus bersamanya.
Tak
berhenti sampai disitu, dia mendapat berlakuan yang buruk dari sang bapak. Kerap
kali dia mendapat pukulan rotan dibeberapa bagian tubuhnya. Tak hanya itu,
pernah sang bapak entah ada apa tiba-tiba dia diikat dipohon durian seharian. Ceritanya
padaku, pernah pula dimasukan karung, dan drum minyak. Hal ini baru berakhir saat
ini kelas 5 SD, bapak dan ibu angkatnya bercerai.
Kemudian
setelah masa sekolah SD berakhir, sang ibu tak bisa membiayainya untuk lanjut
ke jenjang selanjutnya. Allah Maha Kaya, Allah Maha Baik tak pernah menganiaya
hambanya, tak menghianati usaha dan keikhlasan hambanya. Allah bersama Vera
mengirimkan seorang ibu yang berada yang belum memiliki putra yang kemudian
bersedia membiayai sekolahnya selama SMP. Vera menikmati hidup yang lebih baik
disini, merasakan kemudahan, merasakan kecukupan namun tak pernah melupakan
darimana ia berasal. Alhamdulillah, beberapa lama kehadiran Vera, ibu tersebut
kemudian dikaruniai seorang putra.
Setelah
ia SMP selesai, dia kembali pulang pada ibu angkatnya. Kemudia ikut sang paman
ke Jakarta, sempat mengenyam pendidikan SMK di Tangerang. SMK Bandara, jurusan
Perhotelan, begitu jelasnya. Aku tak pernah menyangsikan pergaulan di kota
besar memang kurang bagus, begitupun yang terlihat dari sisa-sisa kehidupan
disana yang nempel pada Vera. Begitu semangat dia bersekolah, sampai menginjak
kelas 2 sang paman tak lagi bisa membiayai sekolahnya. Dia harus mengerti,
meskipun berat dengan gontai dia kembali kerumah ibu angkatnya.
Semangatnya
yang besar untuk bersekolah yang tak didukung dengan keadaanya membuat dia
frustasi ketika harus kembali ke rumah. Tak tahu harus berbuat apa. Merasa
kosong. Setelah beberapa hari dirumah masih dengan kesedihanya putus sekolah,
setiap malam dia mengenakan seragam sekolah SMK yang dia bawa dari Tangerang.
Membaca buku-buku yang dia bawa juga dari sekolahnya SMK nya dulu.
Hingga
suatu hari, Allah Sang Maha Kasih Sayang mengantarkanya pada berita disosial
media bahwa di Tersobo,Prembun,Kebumen ada sekolah gratis. Dia berkomunikasi
dengan kepala sekolahnya, menceritakan keadaanya, menceritakan keinginanya
untuk bersekolah. Semua berjalan sesuai keinginanya atas kehendak-Nya. Dia
berada disini sekarang dengan semangat besarnya. Begitulah dia mengisahkan
hidupnya.
Kini
dia telah sampai di IQRA 5. Sudah bisa melafalkan ﻖ dengan sempurna, seringkali saat dia
bertemu huruf ini dia menghentikan ngajinya dan bertanya “sudah benar belum mba
huruf ﻖ
nya??”, sering juga dia mengulang-ngulang sendiri tanpa ku minta, dan jika ku minta untuk mengulanginya
bahkan sampai berkali-kali, dia tetap semangat dia tidak mengeluh. Ah luar
biasa bukan semangatnya?
Pernah
dengan nada sedih dia bertanya “nanti aku bisa ngaji dengan baik nggak yah mba
??”, kujawab sebaik mungkin untuk menenangkanya “tentu saja, mba tau ini proses
yang panjang, dan mungkin melelahkan tapi semua yang telah bisa membaca
Al-quran dengan baik bermula dari IQRA”, senyumnya tersungging sedikit. Biasanya
sebelum memulai mengaji aku selalu bertanya apakah dia ingin bercerita sesuatu
atau ingin membagi cerita yang dia punya. Satu waktu dia tiba-tiba terisak,
kutanya “ada apa ?”, “kadang Vera bingung, temen-temen Vera punya bapak ibu,
tapi Vera bahkan ngga tau wajah bapak ibu Vera kaya apa. Setiap habis sholat
Vera pingin doain mereka tapi Vera nggak bisa”, ceritanya sambil menyeka
airmatanya. Aku terharu, mendengarnya. Iya, orang-orang disekitarnya, pun aku
hidup dengan menatap kedua orangtua kami. Sedang dia, oh betapa nelangsa
rasanya. “itulah kenapa setiap habis sholat Vera sering nangis mba…”, “Vera
bisa sholawat kan ? nah kirim sholawat aja buat mereka, yah”, kataku mencoba
menengkanya. “apa sampe mba, Vera kan ngga tau nama mereka siapa”,tanyanya
ragu “Allah kan Maha Tau Ve…”. Dia
mengangguk tersenyum, dalam hati aku sampaikan keinginanku untuk menjadi teman
baiknya.
Kemarin
sore dia masih terus datang kerumahku jam setengah lima. Seperti biasa mengaji.
Setelah sekiranya cukup aku menanyakan sekolahnya, teman-temanya, dll.
mengijinkanya untuk bercerita. Dia menyampaikan cita-citanya, keinginanya.
“Vera kepingin jadi wanita solihah mba…pingin bisa ngaji”, oh itu keinginan
yang mulia. Keinginan yang tak penah dipikirkan oleh anak seusianya. “iya, insya
Allah Vera bisa, banyak berlaku baik terus belajar ngaji yah…” “iya mba”. Dia
pun bercerita pada ibuku tentang keinginanya, sambil mengusap lembut kepalanya
ibu mengamini, ibu merestui keinginannya dan Allah Maha Mendengar.
Pada
tanggal 13 September lalu, aku mengajaknya ke kampusku kemudian ke pameran
buku. Aku tahu dia suka membaca, novel koleksiku sudah dia baca sebagian besar.
Ketika di pameran aku member tahu beberapa novel inspiratif, dia asyik membaca
novel-novel tak tersegel yang ku rekomendasikan dan aku pamit meninggalkanya untuk
berkeliling melihat-lihat. Tak lama kemudian, saat aku sedang asyik melihat-
lihat di stand novel aku tak lagi mendapatinya ditempat tadi ku meninggalkanya.
Aku tahu dia tidak mungkin hilang, dan kulihat dia sedang berdiri di stand
buku-buku bisnis, buku apa yang menarik dan menahanya beberapa lama
disitu?. Aku kembali melihat-lihat
jejeran novel yang beragam dan membuatku bingung. Aku ingin membeli semuanya
jika boleh gratis, hahaha…namun, ketika aku asyik dengan khayalanku dia
mendekatiku “mba mau beli novel apa ?”, “nggak tau nih bingung, bagus-bagus
sih…kamu sendiri udah nemu buku?” “ada sih mba, tapi masih disegel jadi nggak
tau isinya kaya gimana, sinopsisnya sih bagus”, “buku apa ??”, tanyaku
penasaran “itu mba buku bisnis perhotelan”. Jleb!! Ini anak sudah mikirin
bisnis. Hahaha…iya dia kemudian bercerita betapa tertariknya ia dengan
perhotelan. Dengan menggebu- gebu dia bercerita, dalam hati aku mengamini
berkali-kali.
Hingga
hari ini, aku tak melihat semangatmu berhenti berkobar mengurai harapan dan
cita-citamu, terkadang aku larut bersama semangatmu,terpesona. Maafkan bila
terkadang keadaanku tak mampu melampiaskan semangatmu. Kamu adalah
pembelajaranku, pembelajaran pembaca blog ku, kamu adalah bekas-bekas ombak
yang indah.
Kuatlah
Ve…bahwa perjuangan hidupmu tak selesai hanya karena engkau hidup disini
sekarang. Akan terus ada coba yang berupa-rupa. Kamu bersama Tuhan Sang
Penyayang yang akan terus baik padamu. Wish u all the best.aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar