Selasa, 20 Oktober 2015

Kamu Adalah Bekas-bekas Ombak yang Indah



Suatu pagi yang cerah diakhir bulan Agustus, ibu berkata bahwa nanti sore akan ada yang datang kerumah untuk ngaji. Seorang anak perempuan katanya, datang dari jauh dari seberang pulau. Ku tanya siapa, ibu menjelaskan banyak dan mengejutkan. Bernama lengkap Vera Agustina. Datang dari Lampung untuk sekolah disini, masuk kelas 1 SMA dan datang kerumah untuk belajar mengaji IQRA. Yang lebih mengejutkan lagi dia adalah anak yang tertinggal ombak tsunami, sebatang kara berusia 8 bulan saat itu  tanpa ibu dan ayah atau keluarga.
Sore menjelang, pintu rumahku diketuk dengan sebuah suara salam bernada alto dari seberang. Dari dalam kulihat siluet seorang gadis betubuh kecil berkerung lebar menunggu memunggungi pintu. Ibu membuka pintu, mepersilahkan gadis itu masuk. Kulitnya hitam manis dan memang manis, bicaranya bernada ceria. Kami bersalaman dan kami saling mengetahui nama.
Selama dua hari sejak kedatanganya itu, aku tak banyak berinteraksi denganya dia datang mengaji dengan ibu, aku hanya menyambutnya dengan senyum saja. Pada hari ketiga, ibu ada perlu sehingga tidak bisa menemaninya belajar IQRA, dan akulah yang menggantikan beliau sampai sekarang. Sejak saat inilah aku mulai mengenalnya.
Mulai mengaji dari IQRA 1, 2, 3, aku mengira dia tak pernah mendapatkan kesempatan mengaji di tempat asalnya sana. Meskipun begitu semangatnya sangat luar biasa untuk bisa. Dia berusaha keras untuk melafalkan dengan jelas, dengan berat, dll. aku berkali-kali menegurnya karena salah, bahkan untuk melafalkan baru bisa benar sekitar 2-3 minggu. Seiring dengan kegiatan mengaji, banyak cerita yang ku dengarkan cerita yang sekali dua kali dia lantunkan dengan airmata.
Ceritanya bermula dari saat dia sebatang kara dulu, ada seorang ibu yang mengangkatnya menjadi keluarga. Seorang ibu yang sederhana, sesederhana hidupnya. Dengan penuh kasih sayang dia merawat Vera seperti merawat darah dagingnya sendiri.Ibu ini hidup di tempat yang jauh dari kota bahkan menurut ceritanya rumahnya berada dihutan.Ketika menginjak usia sekolah dasar, dia bersekolah yang jaraknya dua jam dengan berjalan kaki. Ya, dia menuju sekolah dengan berjalan kaki, selama dua jam. Tak jarang, ditengah jalan dia bertemu dengan beruang, babi hutan dan teman-teman sejenisnya. Ketika musim hujan dia baru menggunakan sepatunya ketika sudah disekolah. Setiap hari begitu selama enam tahun. Diapun mengisahkan bahwa keadaanya yang malang tak lantas membuat semua orang menaruh iba padanya. Hal tersebut justru datang dari keluarga besar ibu angkatnya, tak sedikit yang merendahkanya, “nggak punya masa depan”, katanya. Dia tetap bertahan karena sang ibu akan terus bersamanya.
Tak berhenti sampai disitu, dia mendapat berlakuan yang buruk dari sang bapak. Kerap kali dia mendapat pukulan rotan dibeberapa bagian tubuhnya. Tak hanya itu, pernah sang bapak entah ada apa tiba-tiba dia diikat dipohon durian seharian. Ceritanya padaku, pernah pula dimasukan karung, dan drum minyak. Hal ini baru berakhir saat ini kelas 5 SD, bapak dan ibu angkatnya bercerai.
Kemudian setelah masa sekolah SD berakhir, sang ibu tak bisa membiayainya untuk lanjut ke jenjang selanjutnya. Allah Maha Kaya, Allah Maha Baik tak pernah menganiaya hambanya, tak menghianati usaha dan keikhlasan hambanya. Allah bersama Vera mengirimkan seorang ibu yang berada yang belum memiliki putra yang kemudian bersedia membiayai sekolahnya selama SMP. Vera menikmati hidup yang lebih baik disini, merasakan kemudahan, merasakan kecukupan namun tak pernah melupakan darimana ia berasal. Alhamdulillah, beberapa lama kehadiran Vera, ibu tersebut kemudian dikaruniai seorang putra.
Setelah ia SMP selesai, dia kembali pulang pada ibu angkatnya. Kemudia ikut sang paman ke Jakarta, sempat mengenyam pendidikan SMK di Tangerang. SMK Bandara, jurusan Perhotelan, begitu jelasnya. Aku tak pernah menyangsikan pergaulan di kota besar memang kurang bagus, begitupun yang terlihat dari sisa-sisa kehidupan disana yang nempel pada Vera. Begitu semangat dia bersekolah, sampai menginjak kelas 2 sang paman tak lagi bisa membiayai sekolahnya. Dia harus mengerti, meskipun berat dengan gontai dia kembali kerumah ibu angkatnya.
Semangatnya yang besar untuk bersekolah yang tak didukung dengan keadaanya membuat dia frustasi ketika harus kembali ke rumah. Tak tahu harus berbuat apa. Merasa kosong. Setelah beberapa hari dirumah masih dengan kesedihanya putus sekolah, setiap malam dia mengenakan seragam sekolah SMK yang dia bawa dari Tangerang. Membaca buku-buku yang dia bawa juga dari sekolahnya SMK nya dulu.
Hingga suatu hari, Allah Sang Maha Kasih Sayang mengantarkanya pada berita disosial media bahwa di Tersobo,Prembun,Kebumen ada sekolah gratis. Dia berkomunikasi dengan kepala sekolahnya, menceritakan keadaanya, menceritakan keinginanya untuk bersekolah. Semua berjalan sesuai keinginanya atas kehendak-Nya. Dia berada disini sekarang dengan semangat besarnya. Begitulah dia mengisahkan hidupnya.
Kini dia telah sampai di IQRA 5. Sudah bisa melafalkan dengan sempurna, seringkali saat dia bertemu huruf ini dia menghentikan ngajinya dan bertanya “sudah benar belum mba huruf nya??”, sering juga dia mengulang-ngulang sendiri tanpa ku  minta, dan jika ku minta untuk mengulanginya bahkan sampai berkali-kali, dia tetap semangat dia tidak mengeluh. Ah luar biasa bukan semangatnya?
Pernah dengan nada sedih dia bertanya “nanti aku bisa ngaji dengan baik nggak yah mba ??”, kujawab sebaik mungkin untuk menenangkanya “tentu saja, mba tau ini proses yang panjang, dan mungkin melelahkan tapi semua yang telah bisa membaca Al-quran dengan baik bermula dari IQRA”, senyumnya tersungging sedikit. Biasanya sebelum memulai mengaji aku selalu bertanya apakah dia ingin bercerita sesuatu atau ingin membagi cerita yang dia punya. Satu waktu dia tiba-tiba terisak, kutanya “ada apa ?”, “kadang Vera bingung, temen-temen Vera punya bapak ibu, tapi Vera bahkan ngga tau wajah bapak ibu Vera kaya apa. Setiap habis sholat Vera pingin doain mereka tapi Vera nggak bisa”, ceritanya sambil menyeka airmatanya. Aku terharu, mendengarnya. Iya, orang-orang disekitarnya, pun aku hidup dengan menatap kedua orangtua kami. Sedang dia, oh betapa nelangsa rasanya. “itulah kenapa setiap habis sholat Vera sering nangis mba…”, “Vera bisa sholawat kan ? nah kirim sholawat aja buat mereka, yah”, kataku mencoba menengkanya. “apa sampe mba, Vera kan ngga tau nama mereka siapa”,tanyanya ragu  “Allah kan Maha Tau Ve…”. Dia mengangguk tersenyum, dalam hati aku sampaikan keinginanku untuk menjadi teman baiknya.
Kemarin sore dia masih terus datang kerumahku jam setengah lima. Seperti biasa mengaji. Setelah sekiranya cukup aku menanyakan sekolahnya, teman-temanya, dll. mengijinkanya untuk bercerita. Dia menyampaikan cita-citanya, keinginanya. “Vera kepingin jadi wanita solihah mba…pingin bisa ngaji”, oh itu keinginan yang mulia. Keinginan yang tak penah dipikirkan oleh anak seusianya. “iya, insya Allah Vera bisa, banyak berlaku baik terus belajar ngaji yah…” “iya mba”. Dia pun bercerita pada ibuku tentang keinginanya, sambil mengusap lembut kepalanya ibu mengamini, ibu merestui keinginannya dan Allah Maha Mendengar.
Pada tanggal 13 September lalu, aku mengajaknya ke kampusku kemudian ke pameran buku. Aku tahu dia suka membaca, novel koleksiku sudah dia baca sebagian besar. Ketika di pameran aku member tahu beberapa novel inspiratif, dia asyik membaca novel-novel tak tersegel yang ku rekomendasikan dan aku pamit meninggalkanya untuk berkeliling melihat-lihat. Tak lama kemudian, saat aku sedang asyik melihat- lihat di stand novel aku tak lagi mendapatinya ditempat tadi ku meninggalkanya. Aku tahu dia tidak mungkin hilang, dan kulihat dia sedang berdiri di stand buku-buku bisnis, buku apa yang menarik dan menahanya beberapa lama disitu?.  Aku kembali melihat-lihat jejeran novel yang beragam dan membuatku bingung. Aku ingin membeli semuanya jika boleh gratis, hahaha…namun, ketika aku asyik dengan khayalanku dia mendekatiku “mba mau beli novel apa ?”, “nggak tau nih bingung, bagus-bagus sih…kamu sendiri udah nemu buku?” “ada sih mba, tapi masih disegel jadi nggak tau isinya kaya gimana, sinopsisnya sih bagus”, “buku apa ??”, tanyaku penasaran “itu mba buku bisnis perhotelan”. Jleb!! Ini anak sudah mikirin bisnis. Hahaha…iya dia kemudian bercerita betapa tertariknya ia dengan perhotelan. Dengan menggebu- gebu dia bercerita, dalam hati aku mengamini berkali-kali.
Hingga hari ini, aku tak melihat semangatmu berhenti berkobar mengurai harapan dan cita-citamu, terkadang aku larut bersama semangatmu,terpesona. Maafkan bila terkadang keadaanku tak mampu melampiaskan semangatmu. Kamu adalah pembelajaranku, pembelajaran pembaca blog ku, kamu adalah bekas-bekas ombak yang indah.
Kuatlah Ve…bahwa perjuangan hidupmu tak selesai hanya karena engkau hidup disini sekarang. Akan terus ada coba yang berupa-rupa. Kamu bersama Tuhan Sang Penyayang yang akan terus baik padamu. Wish u all the best.aamiin