Selasa, 02 Desember 2014

Desember yang berlalu

Saya tidak tau pasti bagaimana Desember ini bermula. Yang terkenang dalam benak saya adalah bagaimana kala itu selesai jam kuliah saya duduk bersama teman saya dan dia. Dia yang terhalang oleh warna rambut merah kucel dan gigi kuning teman saya itu. Dia adalah sebuah rupa yang menunduk tanpa bicara. Saya asyik ngobrol, memaki, dan saling menginjak dengan teman saya itu sementara dia yang menunduk menekuni gadgetnya selalu begitu. Diam, mendengarkan saja, tersenyum tanpa makna, hanya begitu saja. Saya duga dia sedang mendapat sms dari utusan dewi Medusa yang meminta tumbal di malam purnama.

Kemudian saya dan dia yang menunduk menekuni gadgetnya tidak pernah bicara lebih banyak dari menyapa. Lalu saya sibuk dengan “tugas” dan tugas saya.

Hingga tiba dimana “tugas” dan tugas saya selesai. Saya packing dan lemarikan semuanya. Sampai waktu mengantarkan saya pada dia yang menunduk menekuni gadgetnya lagi.

Kemudian tentang dia membuat saya sering ikut menunduk menekuni gadget saya, menunggu dia, bersama dia. Tentang apa yang kemudian tak pernah dimulai tapi berproses hingga tiba pada usia pertama.

Apa yang terjadi selanjutnya. Apa itu setelah di hadapan padang air berpasir saya menunjukan kotak rahasia ini ?. karena tidak semua rahasia adalah tentang kebaikan yang disembunyikan. Dia yang menunduk menekuni gadgetnya hanya berkata “tak apa- apa”. Dia yang menunduk menekuni gadgetnya adalah yang pertama mengatakan percaya padaku, pada kemampuanku dibalik rahasia kotak itu. 

Terimakasih.

Pada Desember saya percaya tentang rinai- rinai hujan yang menghanyutkan segenap apa yang bisa dibawanya. Desember  saya adalah untuk pertama kalinya bermandi hujan berpayung bersama.

Oh..Desember, bawa kami lagi dan lagi padamu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar