Kamis, 19 Januari 2017

HAVE A GREAT DAY ADIDA



Sahabatku kini sudah hebat. Sudah dewasa dan tangguh. Menjelajah setapak-setapak jauh dan wajah-wajah yang rupa-rupa. Merangkum banyak hikmah yang (PASTI) memperbaiki banyak perspektif akan banyak hal. Menjadi dewasa tidak hanya karena usia yang semakin senja tapi karena sepenuhnya pada usianya itulah semua itu harus dimilikinya.

Entah sampai dibumi mana kini ia menulis kisahnya, dalam percayaku Tuhan amat bahagia mengamini segala cita dan proses yang dipilihnya. Dia memulai dari nol, dari kebaikan kecil barangkali, kemudian tumbuh, kecil, sedang dan kemudian tinggi. Atau kecil, sedang kemudian besar. Terserahlah.

Aku barangkali adalah orang yang paling menyebalkan bagi hidupnya. Tentu saja. Tidak begitu suka rela menghubunginya untuk berbasa-basi sekerdar “apa kabar?” atau “Hai…”. Aku pelit atau boleh kuterjemahkan lain dengan takut. Takut yang menjalar kesemua orang,sih.

Bagi orang yang mengenalnya (beberapa) dan aku kenal, ia adalah manusia menyebalkan, tingkat dewa, dewa matahari. Ya, setidaknya itu yang ku dengar dari “mereka”. Namun, aku selalu punya perspektif tersendiri untuk menilainya sebagai manusia “normal”.

Kenapa aku begitu asyik membicarakan dia, Adida?

Dia sahabat yang baik, dia menarik dengan cara pandangnya, dia aneh, tapi aku lebih aneh. Dia satu yang ngajarin banyak hal, tentang berpikir dan merasai. Belajar dari hal kecil, belajar dari sakit, belajar dari ini, itu, belajar, belajar, dan belajar. Terus dan banyak.

Aku berterimakasih banyak, banget, berkali-kali. Sebatas berahasia kata-kata dengan Tuhan sebagai balasan untuknya. Ketika nanti tak lagi menemukanya atau justru menemukannya dipuncak dunia ia telah berada, sebagai sahabat seorang dari masalalu dalam potret monokrom, aku akan berhamdalah sekian kali, tersenyum dan bangga.


Selamat berkarya, bertumbuh dengan bijak.