Di…
Untuk terakhir
kalinya aku bertanya “apa kabar ??”, namun aku selalu tau Di, kamu selalu
baik-baik saja. Untuk terakhir kalinya aku bertanya “apa kabar ibu ??”, namun
aku selalu tau Di, ibu selalu baik-baik saja bersamamu.
Untuk terakhir
kalinya aku bertanya “apakah kamu masih sedih ??”, namun aku tahu kamu tidak
pernah sedih untuk hal yang tidak pernah kamu mulai, untuk hal yang “tidak
sah”, begitu katamu. Kamu bukan dia yang ditepikan.
Di…
Aku tau, kamu
tidak peduli lagi padanya yang telah kau buang. Kamu hanya tau bahwa dia adalah
seseorang yang tak pantas disapa karena gelimang dosanya padamu. Tentu Di, ini
tentang awal yang terpaksa kamu mulai. Bagaimana dia menebusnya bahkan dia tak tau sampai
kering airmata darah.
Di…
Bagaimana jika
dia mencintaimu ?
Bagaimana jika
dia merindukanmu ?
Ah, iya ini
pasti masih tentang hak, “itu haknya”, begitu mungkin ucapmu.
Di…
Dia tidak pernah
bicara betapa sakitnya dia menanggung rasa. Dia sangat menghargaimu. Begitu
hinanya dia bagimu ??. Nanti setelah dia benar-benar menutup ceritanya
bersamamu, kamu tentu sangat bahagia, kamu bebas untuk melakukan apapun atas
nama hak. Aku tidak sampai hati menceritakan keadaanya jika itu benar.
Di..
Dia menitipkan
salam untukmu, untuk ibundamu. Menitip doa pada angin dan bintang-bintang malam
untukmu. Bukan atas nama kesombongan, tapi atas maaf yang tak
habis, yang tentu kamu lebih tau lebih dari aku.
Di…
Dalam
kekuranganya, tentu dia melalui jalan-jalan yang melelahkan. Maafkanlah dia
setidaknya atas nama manusia yang berhati. Tepatilah janji yang pernah ingin
kau buktikan,dia juga hanya seonggok manusia yang sama seperti teman atau
sahabat yang kau panggil. Apa bedanya??.
Terimakasih
telah membaca kalimat yang tak pernah tersampaikan. Terimakasih dan maaf
sebanyak udara yang Tuhan ciptakan.
“hati-hati, jaga diri baik-baik, berbahagia
dengan pilihan…”